Pages

Subscribe:

Mengenai Saya

Foto saya
Selamat datang di dunia teologia. BELLA berharap,, blog ini bermanfaat bagi teman2 semua...

Pengikut

Senin, 12 Maret 2012

tips dalam mengajar sekolah minggu yang menarik

MEMAHAMI CARA ANAK BERPIKIR
Rekan-rekan Guru Sekolah Minggu dan para Orang Tua terkasih, bekal utama pengajaran anak adalah pengenalan akan Kristus. Bekal lain yang perlu kita dapatkan adalah pemahaman akan apa yang kita kerjakan. Khusus untuk rekan-rekan Guru Sekolah Minggu dan para Orang Tua, berikut ini ditampilkan beberapa artikel hasil resume dan kompilasi dari berbagai bahan mengenai pengajaran sekolah minggu.
Saya hanya mengedit, sortir, klasifikasikan dan menyajikan ulang. Bahan tulisan ini dikutip dari berbagai majalah, buku-buku, ebook dan terutama dari e-BinaAnak (PEPAK), http://pepak.sabda.org/
Selamat belajar & melayani! Tuhan Yesus memberkati.


MEMAHAMI CARA ANAK BERPIKIR

1. Anak-anak berpikir harafiah dan konkret
Ide-ide abstrak dan simbolis akan ditangkap menurut pengertian harafiah mereka. Misalnya saja, Monika, gadis kecil yang baru berusia lima tahun, ia berhenti mengucapkan doa malamnya pada minggu di mana ia dan keluarganya pindah ke rumah baru mereka. Ibu Monika menyangka keengganan putrinya untuk mengucapkan doa malam ini disebabkan karena kekecewaan Monika karena pindah dari rumah mereka yang lama. Namun demikian, Monika tampak benar-benar bahagia dengan rumah barunya dan lingkungan di sekitarnya. Akhirnya, setelah beberapa minggu berlalu, orangtua Monika baru mengerti alasan yang sebenarnya Monika enggan berdoa malam. Di rumah mereka yang lama, Monika dengan mudah memvisualisasikan bahwa doanya didengar Tuhan karena di dekat rumah mereka yang lama tersebut ada sebuah gereja. Tuhan, menurut pemikirannya yang lugu, tinggal di “rumah-Nya” yaitu di gereja. Dengan demikian ketika mereka harus pindah ke luar kota, pikiran dan keyakinannya tidak terentang cukup jauh untuk membayangkan bahwa Tuhan masih dapat mendengar doanya walaupun rumah mereka yang baru jauh dari gereja. Pemikirannya yang lugu membuatnya menciptakan gambaran bahwa Tuhan tinggal di dalam gereja, oleh karena itu di rumah lama doanya masih dapat didengar Tuhan karena dekat gereja.

2. Pemikiran anak berkembang dari pengalaman pribadinya
Anak-anak tahu apa yang ia lihat dan ia kerjakan. Kata-kata tidak cukup untuk menyampaikan informasi yang ingin ia ucapkan. Anak- anak membutuhkan bingkai referensi sehingga penjelasan verbal yang ingin ia sampaikan mempunyai makna yang jelas. Kebutuhan anak akan pengalaman seringkali diikuti dengan masalah keterbatasan anak dalam berpikir, yaitu masalah kosa kata.

3. Pemikiran anak dibatasi oleh perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya
Anak usia tiga tahun mampu memahami 85-89% percakapan normal yang dilakukan oleh orang dewasa. Namun, 10-15% kata-kata asing yang ditangkapnya seringkali menimbulkan masalah. Anak usia di bawah empat tahun jarang sekali ada yang meminta penjelasan untuk kata- kata asing yang didengarnya. Mereka terlalu sibuk belajar tentang segala hal sehingga tidak sempat bertanya definisi kata-kata yang didengarnya tersebut. Sebaliknya, anak-anak akan mengembangkan suatu pola mencocokkan kata-kata asing tersebut dengan kata-kata yang telah mereka ketahui maknanya.
Pada suatu Minggu Paskah, dalam perjalanan kami pulang dari menghadiri misa Paskah di gereja, saya menanyai Andrew di mobil tentang kisah Alkitab yang baru saja ia dengarkan. Tampaknya tidak ada salahnya kami bertanya hal-hal seputar Paskah pada Andrew, tetapi jawaban Andrew sungguh mengejutkan, “Cerita tadi tentang Yesus di penjara (prison)!”
Saya tahu isi Alkitab dan saya tentu saja tahu kisah Paulus dalam penjara atau Yusuf dalam penjara, tetapi tak pernah sekalipun saya mendengar tentang Yesus dalam penjara. Setelah beberapa pertanyaan, akhirnya jelas sudah apa yang sebenarnya didengar Andrew. Pada masa pra-paskah, guru-guru di sekolah Andrew selalu memperbincangkan bahwa “Allah telah bangkit!”, “God is risen!”. Mereka juga menyanyikan lagu tentang hal itu dan mengatakan agar anak-anak bahagia karena “Allah telah bangkit (risen)”. Tetapi tak satupun dari guru-guru tersebut yang menjelaskan apa arti “risen” sebenarnya. Karena belum pernah mendengarkan kata tersebut sebelumnya, Andrew melakukan apa yang biasanya dilakukan anak-anak jika mereka mendengarkan kata-kata asing. Ia menggunakan kata tersebut untuk menggantikan kata yang mirip bunyinya (kata “risen” dan “prison”) dengan kata yang pernah ia dengarkan dan sepanjang hari ia merasa heran mengapa semua orang harus berbahagia jika Yesus dipenjarakan.
Bahkan jika anak-anak menggunakan kata-kata dengan benar, belum tentu mereka memahami kata-kata tersebut. Anak-anak sangat lihai dalam menirukan, mereka ikut bernyanyi, mengutip sajak-sajak, menggunakan ungkapan atau kiasan tanpa memahami apa yang baru saja mereka nyanyikan atau katakan. Kenyataan bahwa mereka tidak memahami arti kata-kata yang mereka ucapkan juga tidak mengganggu mereka sedikitpun. Mereka itu seperti politikus yang puas mendengar apapun yang mereka ucapkan walaupun sebenarnya kata-kata tersebut tidak mempunyai arti sama sekali.

4. Pemikiran anak-anak dibentuk oleh sudut pandang yang terbatas
Jika orang-orang dewasa seringkali kesulitan dalam menerima sudut pandang orang lain, anak-anak seringkali mengalami kesulitan karena mereka tidak menyadari bahwa orang lain dapat mempunyai sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang yang dimilikinya. Anak-anak dengan gembiranya menganggap orang lain mempunyai pikiran dan perasaan yang sama tentang segala hal.
Dengan demikian, jika seorang anak kecil mempunyai suatu ide yang mantap, adalah hal yang sulit untuk dapat mengubah cara berpikirnya. Jika ada cara lain untuk melihat sesuatu, cara anak-anaklah yang benar.
Sudut pandang anak akan menghasilkan kesimpulan yang menarik karena ia seringkali akan memfokuskan perhatian mereka terhadap suatu masalah kecil atau tidak ada hubungannya sama sekali dan kehilangan komponen yang utama. Contohnya, seorang anak dalam menceritakan orang Samaria yang baik hati akan lebih memfokuskan cerita pada keledai-keledai, tutup kepala, atau para perampok dari pada tentang kebaikan yang harus diberikan kepada siapapun yang membutuhkannya. Jika dalam cerita, anak-anak tertarik kepada keledainya, maka cerita tersebut adalah tentang keledai menurut sudut pandang si anak.

Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul Buku: Everything You Want to Know About Teaching Young Children: Birth – 6 years
Penulis   : Wesley Haystead
Penerbit  : Gospel Light Publication, 1989
Halaman   : 13 – 15


PERKEMBANGAN ALAM PIKIR ANAK

ANAK BATITA (Di bawah 3 Tahun)

1. Daya konsentrasi terbatas
Anak Batita belum sanggup untuk berkosentrasi dalam jangka waktu lama. Perhatian cepat dialihkan kepada kegiatan lain. Tetapi ia dapat mendengarkan sebuah cerita dengan penuh perhatian, asal ceritanya pendek, tidak melebihi lima menit. Anak batita senang bila cerita itu diceritakan ulang berkali-kali dengan kata-kata yang sama.

2. Arti kata-kata belum pasti dimengerti
Pada waktu seorang anak berumur tiga tahun ia mengenal k.l. 900 kata dan akan bertambah menjadi k.l. 1500 kata menjelang 4 tahun. Kebanyakan kata yang dipakai adalah kata benda; bentuk kalimatnya sederhana, terdiri dari dua, tiga kata saja. Tetapi mereka dapat menyebut hal-hal yang dilihat. Karena kata perbendaharaan katanya terbatas, ia belum pasti mengerti arti kata yang didengar dan dipakai atau dihafal. Karena itu perlu sekali dipakai kata-kata yang sederhana kalau membawa cerita Alkitab. Kata-kata ayat hafalan juga perlu dijelaskan.

3. Belajar melalui panca indera
Panca indera merupakan gerbang dari otak anak. Melalui melihat, mendengar, mencium, merasa, dan meraba, anak dapat mengenal dunia di sekelilingnya. Ia belajar melalui pengalaman langsung.

4. Rasa ingin tahu
Anak batita terus bertanya karena didorong rasa ingin tahu. Pertanyaan pertama merupakan: “Apa ini?” “Apa itu?”. Melalui bertanya seorang anak menambah kemampuan pikiran dan pengetahuannya. Karena itu pertanyaan-pertanyaan harus dijawab dengan sabar, meskipun sewaktu-waktu membosankan.

5. Mulai mengerti mengenai waktu
Anak batita mengembangkan pengertian mengenai jarak waktu dan mulai mengerti istilah “kemarin”, “hari ini”, dan “hari esok”. Mereka juga dapat mengingat kejadian-kejadian yang tidak terlalu lama dan berbicara mengenainya.

6. Kesanggupan menghitung dan mengerti angka
Secara rutin anak batita dapat berhitung sampai sepuluh, tetapi ia hanya dapat menguasai dua atau tiga benda pada permulaan. Kwantitas itu bertambah dengan bertambahnya umur.

ANAK KECIL (4-5 Tahun)

1. Kuat dalam menghayal
Mereka kaya dalam hal berkhayal. Lewat kesanggupan mengkhyalnya ia mengisi kekurangan dalam pengertian. Ia sulit membedakan di antara yang benar dan yang dikhayalkan.

2. Suka meniru
Mereka suka meniru. Melalui meniru ia mencari pengalaman untuk memahami dan memasuki dunia orang dewasa yang makin lama makin menarik. Melalui meniru pula mereka mendidik dirinya sendiri. Sebab itu perlu sekali mereka melihat teladan yang baik. Karena mereka akan meniru segala sesuatu yang menarik perhatiannya, baik atau buruk.

3. Mengembangkan pengertian akan jangka waktu
Anak berumur 4 dan 5 tahun mulai mengerti mengenai minggu, bulan, dan juga mulai mengerti musim-musim. Tapi mereka tidak mempunyai pegertian luas akan masa lampau atau masa depan yang luas. Kalau bercerita kepada mereka cukup menyebut “dulu” tanpa menyebut abad dan tahunnya.

4. Menghitung dan pengertian akan angka
Seorang anak kecil sekarang sudah dapat menghitung sampai angka 30. Kemudian mereka dapat mencocokkan angka dengan benda yang sesuai. Mereka senang mempelajari nyanyian yang menyebutkan angka dan permainan jari yang memakai jari-jari dalam hal menghitung. Mereka mulai menulis angka.

5. Menambah perbendaharaan kata
Anak kecil yang banyak bergaul dengan kakak dan orang dewasa sangat beruntung dalam hal menambah kata-kata dan menjadi lancar dalam memakai bahasa. Anak berumur 4 tahun k.l. mengenal dan memakai 1550 kata, anak berumur 5 tahun 2200 kata. Mereka senang berbicara dan senang mendengar cerita.

ANAK TENGAH (6-8 Tahun)

1. Hal menulis dan membaca
Mengikuti kelas satu sampai kelas tiga SD mendorong anak mulai belajar mnulis dan membaca. Mereka bangga jika dapat membaca kalimat-kalimat pada surat kabar dan majalah. Membaca buku cerita anak juga menjadi kesukaan mereka, meski dengan perlahan-lahan.

2. Haus akan cerita
Meskipun senang membaca, anak tengah belum bisa membaca dengan cepat. Sehingga mendengar cerita merupakan hal yang sangat menyenangkan. Mereka mulai membedakan antara cerita dongeng dan cerita nyata. Bila pada kelompok ini ditanamkan keyakinan bahwa Tuhan berbicara kepada kita melalui firman-Nya dan bahwa peristiwa yang diceritakan dalam Alkitab sungguh terjadi, mereka akan bersemangat dalam mendengarnya dan akan memegangnya sebagai keyakinan.

3. Konsentrasi lebih lama
Anak tengah dapat bertahan lebih lama. Hal ini dikarenakan daya konsentrasi mereka yang lebih lama. Mereka tahan mengikuti kebaktian anak yang berlangsung dalam satu jam. Mereka juga dapat mengerti dan mengikuti instruksi guru.

4. Belum mengerti hal yang abstrak
Anak tengah belum dapat mengerti hal yang abstrak, yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat dan dipegang. Karena itu bila dalam pelajaran yang disampaikan ada kata-kata yang abstrak, guru perlu menjelaskannya, seperti kata iman dan pengampunan. Istilah-istilah semacam itu hendaknya dijelaskan melalui peristiwa dalam cerita. Mereka hanya mengerti kata-kata dalam arti yang sebenarnya.

5. Cara berpikir “hitam putih”
Pengertian anak tengah masih sederhana dan polos. Cara berpikir mereka adalah “hitam putih”. Yang baik sungguh baik dan yang jelek sungguh jelek. Mereka belum mengerti besarnya komplikasi kepribadian seseorang. Bahwa seseorang pada satu saat bisa melakukan hal yang baik dan kemudian hari melakukan hal yang tidak perlu dicontohi, masih terlalu sulit untuk pengertian mereka.

6. Belum mempunyai pendapat sendiri
Pola pemikiran anak berumur 6-8 tahun masih tergantung pada orangtua atau guru mereka. Itu berarti, pola penilaian positif yang ditanamkan oleh orangtua atau guru mempunyai pengaruh besar dalam hidup mereka. Dalam rangka membangun kepribadian anak, sebaiknya mereka diberi kesempatan untuk belajar mengambil keputusan atas hal-hal yang sederhana, juga diijinkan bertanya atau memberikan pendapat secara spontan.

7. Hidup dari hari ke hari
Keterbatasan tetapi juga keindahan dari cara hidup anak tengah adalah hidup dari hari ke hari. Mereka tidak terlalu melihat ke belakang dan tidak menguatirkan hari esok. Itu sebabnya mereka belum tertarik pada sejarah, baik sejarah umum maupun sejarah Alkitab.

ANAK BESAR (9-11 Tahun)

1. Daya konsentrasi baik
Anak besar telah mempunyai daya konsentrasi yang baik. Mereka sanggup duduk untuk mendengar cerita selama 20 – 25 menit. Kesukaan mereka mempelajari sejarah dapat diisi dengan cerita dalam urutan sejarah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Juga dapat diajarkan mengenai peta Alkitab yang berhubungan dengan cerita yang disampaikan. Daya konsentrasi yang baik ini juga memungkinkan anak besar mempelajari ayat hafalan yang lebih panjang kalimatnya.

2. Mempunyai banyak minat
Pengalaman dan kesanggupan baru menimbulkan banyak cita-cita pada anak besar. Mereka senang berolahraga, mengumpulkan perangko atau gambar pahlawan/tokoh, juga benda-benda dari alam semesta.
Banyak hal yang menarik minat anak besar. Melalui ketertarikan ini mereka menyiapkan diri untuk memilih cita-cita yang akan dikembangkan. Bila pengembangan cita-cita dibangun bersama dengan pengenalan akan Allah, masa depan akan sampai dalam takut akan Tuhan.

3. Suka membaca
Keinginan untuk menemukan banyak hal yang baru mendorong anak besar untuk membaca. Mereka tidak lagi tertarik pada cerita khayal, tetapi kepada hal yang sungguh-sungguh terjadi. Alangkah baiknya jika Sekolah Minggu membuka perpustakaan dan menyediakan buku-buku yang mengisi kebutuhan anak besar itu.

4. Mulai berpikir logis
Sejalan dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh di Sekolah Dasar, anak besar semakin terlatih dalam hal berpikir. Memahami hal ini, dalam interaksi kelas sebaiknya guru menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran anak.
Searah dengan perkembangan logika mereka, anak besar memperhatikan apakah hidup seseorang sesuai dengan perkataannya atau tidak. Mereka sendiri ingin berbuat hal yang benar dan menuntut orang dewasa melakukan apa yang mereka katakan.

Bahan diringkas dari sumber:
Judul Buku: Pedoman Pelayanan Anak
Pengarang : Ruth Laufer
Penerbit  : Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Departemen Pembinaan Anak dan Pemuda, Malang, 1993
Halaman   : 43-44, 51-53, 61-63, dan 71-72


Tidak ada komentar:

Posting Komentar