MEMAHAMI
CARA ANAK BERPIKIR
Rekan-rekan Guru
Sekolah Minggu dan para Orang Tua terkasih, bekal utama pengajaran anak adalah
pengenalan akan Kristus. Bekal lain yang perlu kita dapatkan adalah pemahaman
akan apa yang kita kerjakan. Khusus untuk rekan-rekan Guru Sekolah Minggu dan
para Orang Tua, berikut ini ditampilkan beberapa artikel hasil resume dan
kompilasi dari berbagai bahan mengenai pengajaran sekolah minggu.
Saya hanya mengedit,
sortir, klasifikasikan dan menyajikan ulang. Bahan tulisan ini dikutip dari
berbagai majalah, buku-buku, ebook dan terutama dari e-BinaAnak (PEPAK), http://pepak.sabda.org/
Selamat belajar &
melayani! Tuhan Yesus memberkati.
MEMAHAMI CARA ANAK
BERPIKIR
1. Anak-anak berpikir
harafiah dan konkret
Ide-ide abstrak dan
simbolis akan ditangkap menurut pengertian harafiah mereka. Misalnya saja,
Monika, gadis kecil yang baru berusia lima tahun, ia berhenti mengucapkan doa
malamnya pada minggu di mana ia dan keluarganya pindah ke rumah baru mereka.
Ibu Monika menyangka keengganan putrinya untuk mengucapkan doa malam ini
disebabkan karena kekecewaan Monika karena pindah dari rumah mereka yang lama.
Namun demikian, Monika tampak benar-benar bahagia dengan rumah barunya dan
lingkungan di sekitarnya. Akhirnya, setelah beberapa minggu berlalu, orangtua
Monika baru mengerti alasan yang sebenarnya Monika enggan berdoa malam. Di
rumah mereka yang lama, Monika dengan mudah memvisualisasikan bahwa doanya
didengar Tuhan karena di dekat rumah mereka yang lama tersebut ada sebuah
gereja. Tuhan, menurut pemikirannya yang lugu, tinggal di “rumah-Nya” yaitu di
gereja. Dengan demikian ketika mereka harus pindah ke luar kota, pikiran dan
keyakinannya tidak terentang cukup jauh untuk membayangkan bahwa Tuhan masih
dapat mendengar doanya walaupun rumah mereka yang baru jauh dari gereja.
Pemikirannya yang lugu membuatnya menciptakan gambaran bahwa Tuhan tinggal di
dalam gereja, oleh karena itu di rumah lama doanya masih dapat didengar Tuhan
karena dekat gereja.
2. Pemikiran anak
berkembang dari pengalaman pribadinya
Anak-anak tahu apa
yang ia lihat dan ia kerjakan. Kata-kata tidak cukup untuk menyampaikan
informasi yang ingin ia ucapkan. Anak- anak membutuhkan bingkai referensi
sehingga penjelasan verbal yang ingin ia sampaikan mempunyai makna yang jelas.
Kebutuhan anak akan pengalaman seringkali diikuti dengan masalah keterbatasan
anak dalam berpikir, yaitu masalah kosa kata.
3. Pemikiran anak
dibatasi oleh perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya
Anak usia tiga tahun
mampu memahami 85-89% percakapan normal yang dilakukan oleh orang dewasa.
Namun, 10-15% kata-kata asing yang ditangkapnya seringkali menimbulkan masalah.
Anak usia di bawah empat tahun jarang sekali ada yang meminta penjelasan untuk
kata- kata asing yang didengarnya. Mereka terlalu sibuk belajar tentang segala
hal sehingga tidak sempat bertanya definisi kata-kata yang didengarnya
tersebut. Sebaliknya, anak-anak akan mengembangkan suatu pola mencocokkan
kata-kata asing tersebut dengan kata-kata yang telah mereka ketahui maknanya.
Pada suatu Minggu
Paskah, dalam perjalanan kami pulang dari menghadiri misa Paskah di gereja,
saya menanyai Andrew di mobil tentang kisah Alkitab yang baru saja ia
dengarkan. Tampaknya tidak ada salahnya kami bertanya hal-hal seputar Paskah
pada Andrew, tetapi jawaban Andrew sungguh mengejutkan, “Cerita tadi tentang
Yesus di penjara (prison)!”
Saya tahu isi Alkitab
dan saya tentu saja tahu kisah Paulus dalam penjara atau Yusuf dalam penjara,
tetapi tak pernah sekalipun saya mendengar tentang Yesus dalam penjara. Setelah
beberapa pertanyaan, akhirnya jelas sudah apa yang sebenarnya didengar Andrew.
Pada masa pra-paskah, guru-guru di sekolah Andrew selalu memperbincangkan bahwa
“Allah telah bangkit!”, “God is risen!”. Mereka juga menyanyikan lagu tentang
hal itu dan mengatakan agar anak-anak bahagia karena “Allah telah bangkit
(risen)”. Tetapi tak satupun dari guru-guru tersebut yang menjelaskan apa arti
“risen” sebenarnya. Karena belum pernah mendengarkan kata tersebut sebelumnya,
Andrew melakukan apa yang biasanya dilakukan anak-anak jika mereka mendengarkan
kata-kata asing. Ia menggunakan kata tersebut untuk menggantikan kata yang
mirip bunyinya (kata “risen” dan “prison”) dengan kata yang pernah ia dengarkan
dan sepanjang hari ia merasa heran mengapa semua orang harus berbahagia jika
Yesus dipenjarakan.
Bahkan jika anak-anak
menggunakan kata-kata dengan benar, belum tentu mereka memahami kata-kata
tersebut. Anak-anak sangat lihai dalam menirukan, mereka ikut bernyanyi,
mengutip sajak-sajak, menggunakan ungkapan atau kiasan tanpa memahami apa yang
baru saja mereka nyanyikan atau katakan. Kenyataan bahwa mereka tidak memahami
arti kata-kata yang mereka ucapkan juga tidak mengganggu mereka sedikitpun.
Mereka itu seperti politikus yang puas mendengar apapun yang mereka ucapkan
walaupun sebenarnya kata-kata tersebut tidak mempunyai arti sama sekali.
4. Pemikiran anak-anak
dibentuk oleh sudut pandang yang terbatas
Jika orang-orang
dewasa seringkali kesulitan dalam menerima sudut pandang orang lain, anak-anak
seringkali mengalami kesulitan karena mereka tidak menyadari bahwa orang lain
dapat mempunyai sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang yang dimilikinya.
Anak-anak dengan gembiranya menganggap orang lain mempunyai pikiran dan
perasaan yang sama tentang segala hal.
Dengan demikian, jika
seorang anak kecil mempunyai suatu ide yang mantap, adalah hal yang sulit untuk
dapat mengubah cara berpikirnya. Jika ada cara lain untuk melihat sesuatu, cara
anak-anaklah yang benar.
Sudut pandang anak
akan menghasilkan kesimpulan yang menarik karena ia seringkali akan memfokuskan
perhatian mereka terhadap suatu masalah kecil atau tidak ada hubungannya sama
sekali dan kehilangan komponen yang utama. Contohnya, seorang anak dalam
menceritakan orang Samaria yang baik hati akan lebih memfokuskan cerita pada
keledai-keledai, tutup kepala, atau para perampok dari pada tentang kebaikan
yang harus diberikan kepada siapapun yang membutuhkannya. Jika dalam cerita,
anak-anak tertarik kepada keledainya, maka cerita tersebut adalah tentang
keledai menurut sudut pandang si anak.
Bahan diterjemahkan
dari sumber:
Judul Buku: Everything
You Want to Know About Teaching Young Children: Birth – 6 years
Penulis :
Wesley Haystead
Penerbit :
Gospel Light Publication, 1989
Halaman :
13 – 15
PERKEMBANGAN ALAM
PIKIR ANAK
ANAK BATITA (Di bawah
3 Tahun)
1. Daya konsentrasi
terbatas
Anak Batita belum
sanggup untuk berkosentrasi dalam jangka waktu lama. Perhatian cepat dialihkan
kepada kegiatan lain. Tetapi ia dapat mendengarkan sebuah cerita dengan penuh
perhatian, asal ceritanya pendek, tidak melebihi lima menit. Anak batita senang
bila cerita itu diceritakan ulang berkali-kali dengan kata-kata yang sama.
2. Arti kata-kata
belum pasti dimengerti
Pada waktu seorang
anak berumur tiga tahun ia mengenal k.l. 900 kata dan akan bertambah menjadi
k.l. 1500 kata menjelang 4 tahun. Kebanyakan kata yang dipakai adalah kata
benda; bentuk kalimatnya sederhana, terdiri dari dua, tiga kata saja. Tetapi
mereka dapat menyebut hal-hal yang dilihat. Karena kata perbendaharaan katanya
terbatas, ia belum pasti mengerti arti kata yang didengar dan dipakai atau
dihafal. Karena itu perlu sekali dipakai kata-kata yang sederhana kalau membawa
cerita Alkitab. Kata-kata ayat hafalan juga perlu dijelaskan.
3. Belajar melalui
panca indera
Panca indera merupakan
gerbang dari otak anak. Melalui melihat, mendengar, mencium, merasa, dan
meraba, anak dapat mengenal dunia di sekelilingnya. Ia belajar melalui
pengalaman langsung.
4. Rasa ingin tahu
Anak batita terus
bertanya karena didorong rasa ingin tahu. Pertanyaan pertama merupakan: “Apa
ini?” “Apa itu?”. Melalui bertanya seorang anak menambah kemampuan pikiran dan
pengetahuannya. Karena itu pertanyaan-pertanyaan harus dijawab dengan sabar,
meskipun sewaktu-waktu membosankan.
5. Mulai mengerti
mengenai waktu
Anak batita
mengembangkan pengertian mengenai jarak waktu dan mulai mengerti istilah
“kemarin”, “hari ini”, dan “hari esok”. Mereka juga dapat mengingat
kejadian-kejadian yang tidak terlalu lama dan berbicara mengenainya.
6. Kesanggupan
menghitung dan mengerti angka
Secara rutin anak
batita dapat berhitung sampai sepuluh, tetapi ia hanya dapat menguasai dua atau
tiga benda pada permulaan. Kwantitas itu bertambah dengan bertambahnya umur.
ANAK KECIL (4-5 Tahun)
1. Kuat dalam
menghayal
Mereka kaya dalam hal
berkhayal. Lewat kesanggupan mengkhyalnya ia mengisi kekurangan dalam
pengertian. Ia sulit membedakan di antara yang benar dan yang dikhayalkan.
2. Suka meniru
Mereka suka meniru.
Melalui meniru ia mencari pengalaman untuk memahami dan memasuki dunia orang
dewasa yang makin lama makin menarik. Melalui meniru pula mereka mendidik
dirinya sendiri. Sebab itu perlu sekali mereka melihat teladan yang baik.
Karena mereka akan meniru segala sesuatu yang menarik perhatiannya, baik atau
buruk.
3. Mengembangkan
pengertian akan jangka waktu
Anak berumur 4 dan 5
tahun mulai mengerti mengenai minggu, bulan, dan juga mulai mengerti
musim-musim. Tapi mereka tidak mempunyai pegertian luas akan masa lampau atau
masa depan yang luas. Kalau bercerita kepada mereka cukup menyebut “dulu” tanpa
menyebut abad dan tahunnya.
4. Menghitung dan
pengertian akan angka
Seorang anak kecil
sekarang sudah dapat menghitung sampai angka 30. Kemudian mereka dapat
mencocokkan angka dengan benda yang sesuai. Mereka senang mempelajari nyanyian
yang menyebutkan angka dan permainan jari yang memakai jari-jari dalam hal
menghitung. Mereka mulai menulis angka.
5. Menambah
perbendaharaan kata
Anak kecil yang banyak
bergaul dengan kakak dan orang dewasa sangat beruntung dalam hal menambah
kata-kata dan menjadi lancar dalam memakai bahasa. Anak berumur 4 tahun k.l.
mengenal dan memakai 1550 kata, anak berumur 5 tahun 2200 kata. Mereka senang
berbicara dan senang mendengar cerita.
ANAK TENGAH (6-8
Tahun)
1. Hal menulis dan
membaca
Mengikuti kelas satu
sampai kelas tiga SD mendorong anak mulai belajar mnulis dan membaca. Mereka
bangga jika dapat membaca kalimat-kalimat pada surat kabar dan majalah. Membaca
buku cerita anak juga menjadi kesukaan mereka, meski dengan perlahan-lahan.
2. Haus akan cerita
Meskipun senang
membaca, anak tengah belum bisa membaca dengan cepat. Sehingga mendengar cerita
merupakan hal yang sangat menyenangkan. Mereka mulai membedakan antara cerita
dongeng dan cerita nyata. Bila pada kelompok ini ditanamkan keyakinan bahwa
Tuhan berbicara kepada kita melalui firman-Nya dan bahwa peristiwa yang
diceritakan dalam Alkitab sungguh terjadi, mereka akan bersemangat dalam
mendengarnya dan akan memegangnya sebagai keyakinan.
3. Konsentrasi lebih
lama
Anak tengah dapat
bertahan lebih lama. Hal ini dikarenakan daya konsentrasi mereka yang lebih
lama. Mereka tahan mengikuti kebaktian anak yang berlangsung dalam satu jam.
Mereka juga dapat mengerti dan mengikuti instruksi guru.
4. Belum mengerti hal
yang abstrak
Anak tengah belum
dapat mengerti hal yang abstrak, yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat dan
dipegang. Karena itu bila dalam pelajaran yang disampaikan ada kata-kata yang
abstrak, guru perlu menjelaskannya, seperti kata iman dan pengampunan.
Istilah-istilah semacam itu hendaknya dijelaskan melalui peristiwa dalam cerita.
Mereka hanya mengerti kata-kata dalam arti yang sebenarnya.
5. Cara berpikir
“hitam putih”
Pengertian anak tengah
masih sederhana dan polos. Cara berpikir mereka adalah “hitam putih”. Yang baik
sungguh baik dan yang jelek sungguh jelek. Mereka belum mengerti besarnya
komplikasi kepribadian seseorang. Bahwa seseorang pada satu saat bisa melakukan
hal yang baik dan kemudian hari melakukan hal yang tidak perlu dicontohi, masih
terlalu sulit untuk pengertian mereka.
6. Belum mempunyai
pendapat sendiri
Pola pemikiran anak
berumur 6-8 tahun masih tergantung pada orangtua atau guru mereka. Itu berarti,
pola penilaian positif yang ditanamkan oleh orangtua atau guru mempunyai
pengaruh besar dalam hidup mereka. Dalam rangka membangun kepribadian anak,
sebaiknya mereka diberi kesempatan untuk belajar mengambil keputusan atas
hal-hal yang sederhana, juga diijinkan bertanya atau memberikan pendapat secara
spontan.
7. Hidup dari hari ke
hari
Keterbatasan tetapi
juga keindahan dari cara hidup anak tengah adalah hidup dari hari ke hari.
Mereka tidak terlalu melihat ke belakang dan tidak menguatirkan hari esok. Itu
sebabnya mereka belum tertarik pada sejarah, baik sejarah umum maupun sejarah
Alkitab.
ANAK BESAR (9-11
Tahun)
1. Daya konsentrasi
baik
Anak besar telah
mempunyai daya konsentrasi yang baik. Mereka sanggup duduk untuk mendengar
cerita selama 20 – 25 menit. Kesukaan mereka mempelajari sejarah dapat diisi
dengan cerita dalam urutan sejarah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Juga
dapat diajarkan mengenai peta Alkitab yang berhubungan dengan cerita yang
disampaikan. Daya konsentrasi yang baik ini juga memungkinkan anak besar
mempelajari ayat hafalan yang lebih panjang kalimatnya.
2. Mempunyai banyak
minat
Pengalaman dan
kesanggupan baru menimbulkan banyak cita-cita pada anak besar. Mereka senang
berolahraga, mengumpulkan perangko atau gambar pahlawan/tokoh, juga benda-benda
dari alam semesta.
Banyak hal yang
menarik minat anak besar. Melalui ketertarikan ini mereka menyiapkan diri untuk
memilih cita-cita yang akan dikembangkan. Bila pengembangan cita-cita dibangun
bersama dengan pengenalan akan Allah, masa depan akan sampai dalam takut akan
Tuhan.
3. Suka membaca
Keinginan untuk
menemukan banyak hal yang baru mendorong anak besar untuk membaca. Mereka tidak
lagi tertarik pada cerita khayal, tetapi kepada hal yang sungguh-sungguh
terjadi. Alangkah baiknya jika Sekolah Minggu membuka perpustakaan dan
menyediakan buku-buku yang mengisi kebutuhan anak besar itu.
4. Mulai berpikir
logis
Sejalan dengan kemajuan
dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh di Sekolah Dasar, anak besar semakin
terlatih dalam hal berpikir. Memahami hal ini, dalam interaksi kelas sebaiknya
guru menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran anak.
Searah dengan
perkembangan logika mereka, anak besar memperhatikan apakah hidup seseorang
sesuai dengan perkataannya atau tidak. Mereka sendiri ingin berbuat hal yang
benar dan menuntut orang dewasa melakukan apa yang mereka katakan.
Bahan diringkas dari
sumber:
Judul Buku: Pedoman
Pelayanan Anak
Pengarang : Ruth
Laufer
Penerbit :
Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Departemen Pembinaan Anak dan
Pemuda, Malang, 1993
Halaman :
43-44, 51-53, 61-63, dan 71-72